SELAIN menawarkan 5 prinsip untuk dijadikan dasar negara, dalam pidato 1 Juni 1945 di sidang BPUPKI, Soekarno juga sempat menawarkan penamaan bagi prinsip-prinsip itu. “Saudara-saudara, dasar-dasar negara telah saya usulkan. Lima bilangannya. Inikah Panca Dharma? Bukan! Nama Panca Dharma tidak tepat di sini. Dharma berarti kewajiban, sedang kita membicarakan dasar. Saya senang kepada simbolik. Simbolik angka pula,” demikian Soekarno. “Namanya bukan Panca Dharma, tetapi saya namakan ini dengan petunjuk seorang teman kita ahli bahasa. Namanya ialah Pancasila. Sila artinya azas atau dasar, dan di atas kelima dasar itulah kita mendirikan Negara Indonesia, kekal dan abadi.”
Tak berhenti hingga di situ, Soekarno menawarkan lanjut, “Atau barangkali ada saudara-saudara yang tidak suka akan bilangan lima itu? Saya boleh peras, sehingga tinggal tiga saja.” Lalu Soekarno menyatukan prinsip kebangsaan dan internasionalisme (peri kemanusiaan) menjadi socio-nationalisme, dan prinsip demokrasi dan kesejahteraan menjadi socio-democratie. Dan keTuhanan menjadi yang ketiga. Dinamai Soekarno sebagai Trisila. Dan, “Jikalau saya peras yang lima menjadi tiga, dan yang tiga menjadi satu, maka dapatlah satu perkataan Indonesia, yaitu perkataan Gotong Royong…. Pancasila menjadi Trisila, Trisila menjadi Ekasila…. Tetapi terserah tuan-tuan, mana yang tuan-tuan pilih….” Continue reading “Bung Karno Pada Momen Datangnya Ilham Pancasila”