Kisah Presiden Joko Widodo di Medan Perang Corona

DALAM perang melawan virus Corona, Presiden Indonesia Joko Widodo ibaratnya adalah salah satu raja atau pemimpin klan dalam drama fantasi Game of Thrones. Harus mengenyampingkan sisa emosi perebutan hegemoni antar klan saat harus berperang melawan ancaman terhadap semua, zombie White Walkers dari balik tebing es raksasa The Wall di utara. Dan sesungguhnya di dunia nyata yang bukan fantasi, saat ini bahaya virus Corona nyata sudah ada di ruang-ruang hidup kita, setelah pintu masuk negara kita –yang sempat terbuka lebar tak terjaga baik– terlewati. Melakukan transmisi lokal di tempat-tempat yang tak selalu bisa kita duga. Membawa kematian dan kesembuhan yang nyaris berbagi dua peluangnya.

Tentu saja panglima tertinggi dalam perang melawan bahaya ‘merah’ dari utara itu, tak bisa tidak adalah Presiden Joko Widodo. Akan tetapi terhadap sang ‘panglima tertinggi’, terlontar banyak kritik. Dianggap terlambat bertindak dan gagap, meski sang presiden sendiri mengatakan sejak mula sebenarnya sudah berkerja dalam senyap. Pohon paling tinggi, tentu paling banyak diterpa angin.

Gagap, seolah kehilangan kepemimpinan

Cendekiawan yang pernah menjadi rektor Universitas Islam Negeri, Syarif Hidayatullah, Tangerang Selatan, Azyumardi Azra, memberi gambaran bahwa pemerintahan Presiden Joko Widodo, gagap menghadapi wabah korona (Republika, Kamis 9 April 2020). ”Semula ketika mencermati perkembangan cepat wabah korona dari Wuhan, China daratan, yang kemudian segera menyebar ke Korea selatan sepanjang Januari-Februari, kalangan pejabat tinggi Indonesia mengeluarkan berbagai pernyataan yang bernada mengabaikan dan memandang enteng Covid-19.” Tak perlu “mengulangi berbagai pernyataan mengentengkan dan bernada takabur di sini.” Namun jelas bahwa sikap meremehkan itu “membuat Pemerintah Indonesia lalai mempersiapkan negara dan warganya menghadapi wabah korona. Indonesia kehilangan waktu dua bulan sebelum akhirnya Presiden Jokowi pada 2 Maret mengumumkan adanya dua warga Indonesia yang positif mengidap virus korona.”

“Sejak pengakuan itu, Pemerintah Indonesia terlihat gagap menghadapi musibah wabah korona yang menyebar cepat ke seluruh penjuru Tanah Air. Bukan hanya itu, Indonesia seolah kehilangan kepemimpinan; hampir tidak terlihat ekspresi kepemimpinan kuat yang diperlukan pada masa krisis; yang mampu membawa negara dan bangsa keluar dari bencana lebih parah. Sebaliknya, yang terjadi adalah silang pendapat di antara para pejabat tinggi, antara Presiden dan menteri, antara sesama menteri, antara jubir presiden dan menteri; antara pemerintah pusat di Jakarta dan pemerintah daerah….”

“Dalam suasana krisis, seorang pemimpin sering lupa atas keamanan dan keselamatan dirinya. Bisa lupa makan dan minum, kurang tidur dan bahkan tidak mengenal waktu untuk beristirahat,” begitu tulis Presiden RI keenam, Susilo Bambang Yudhoyono, dalam laman Facebook-nya Rabu 8 April 2020. “Saya yakin, saat ini, para pemimpin di seluruh dunia juga berada dalam situasi yang saya gambarkan tadi. Termasuk pemimpin Inggris, dan tentunya pemimpin kita sendiri, Presiden Jokowi.” Maka SBY memberi nasehat kepada semua agar selalu menjaga kesehatan.

Kisah bagi-bagi sembako di jalanan

Apakah Presiden Joko Widodo cukup beristirahat sambil menjaga social distancing? Malam-malam sekitar 20.30 selama setengah jam Jumat 10 April, Presiden Joko Widodo keluar dari Istana Bogor, mengitari jalan di seputar istana untuk membagi-bagi sembilan bahan kebutuhan pokok kepada rakyat. Namun terjadi sesuatu yang agaknya tak diperhitungkan semula. Gelora.co memberitakan sebuah video berdurasi 59 detik, merekam puluhan orang berlari menghampiri pinggir area mobil Jokowi yang terparkir di pinggir jalan sekitar Istana Bogor. Lalu berita lain menggambarkan, dengan susah payah aparat mengurai kerumunan agar social distancing tetap terjaga. “Bapak itu kan dari Tugu Kujang ke arah Ekalokasari, jadi cuma putar balik aja. Karena tahu pak Jokowi mau bagikan sembako, mungkin masyarakat pada keluar. Gitu aja, sebentar aja kok nggak lama,” tutur Perwira Humas Polresta Kota Bogor, Ipda Desty Irianti.

KERUMUNAN MASSA DI GERBANG ISTANA BOGOR. Menyangka ada pembagian sembako lagi. Dalam kondisi normal, mungkin ini bisa dilihat sebagai kedekatan publik dengan pemimpinnya. Pasti yang dimaksud Ray Rangkuti di sini, adalah pencitraan, yang tidak tepat dilakukan dalam keadaan darurat seperti sekarang. “Adalah lebih baik Jokowi fokus membuat kebijakan yang memastikan bahwa pandemi ini akan berlalu, dan masyarakat mendapat jaminan pangan selama wabah ini berlangsung.” (Foto lead, Presiden bagi sembako di jalanan. Foto-foto original, download) #MediaKarya

Pembagian sembako ini merupakan ulangan dari yang dilakukan Presiden hari Kamis sebelumnya di Kemayoran dan dekat Istana Merdeka. Video yang viral memperlihatkan betapa sibuk sejumlah anggota Paspampres berlarian ke sana ke mari mengambil kantung sembako dari bagasi mobil presiden lalu membagikannya kepada deretan pengemudi ojek online di tepi jalan. Kendati tak dimaksudkan mencipta kerumunan, tak urung terjadi sedikit kemacetan di belakang rombongan.

Sabtu malam terjadi lagi kerumunan masyarakat di depan gerbang Istana Bogor. Deputi Bidang Protokol, Pers dan Media Sekretariat Presiden Bey Machmudin mengungkapkan, kerumunan warga di depan Istana Bogor pada Sabtu (11/4) malam diperkirakan karena mengira ada pembagian sembako seperti sehari sebelumnya. Bey menjelaskan bahwa Sekretariat Presiden, Sekretariat Militer, dan Paspampres akan melakukan evaluasi cara pembagian sembako dengan mengutamakan physical distancing, menjaga jarak, dan menghindari kerumunan.

Maka kecaman kembali mengarus kepada Presiden. Politisi Partai Demokrat Hinca Pandjaitan menganggap apa yang dilakukan Presiden bertolak belakang dengan aturan pembatasan sosial berskala besar yang dikeluarkan pemerintah pusat sendiri. Menabrak maklumat Kapolri. Setiap orang diharuskan melakukan pshysical distancing atau menjaga jarak mencegah penularan Covid 19.

Direktur Eksekutif Lingkar Madani Indonesia Ray Rangkuti mengkritik keras yang dilakukan Presiden itu. Sembarangan, khususnya di jalanan. “Sangat rentan pada terjadinya kerumunan dan pengumpulan orang,” ujar Ray seperti dikutip telusur.co.id (Minggu, 12 April). Metode presiden membagi sembako itu, berpotensi membuat masyarakat ke luar rumah atau ke jalanan, jika mendapat informasi bahwa presiden akan melewati jalan umum mereka. “Dapat mengundang terjadinya kerumunan.” Cara Jokowi itu, kata Ray, sangat bertentangan dengan anjurannya sendiri agar masyarakat menjaga jarak dan tak perlu berada di luar rumah jika tak ada yang amat mendesak dan perlu. “Kegiatan ini dapat mengundang resiko kepada presiden sendiri. Kita tidak tahu status para penerima, apakah sehat atau sedang mengalami sakit.” Tak jelas pula apa tujuan penting pembagian hadiah di tengah jalan, di tengah pandemi Covid-19. Apakah hendak menyatakan bahwa presiden memiliki kepekaan pada derita masyarakat kecil, apakah hendak membantu beban mereka dengan hadiah-hadiah, dan sebagainya. Dalam kondisi normal, mungkin ini bisa dilihat sebagai kedekatan publik dengan pemimpinnya. Pasti yang dimaksud Ray di sini, adalah pencitraan, yang tidak tepat dilakukan dalam keadaan darurat seperti sekarang. “Adalah lebih baik Jokowi fokus membuat kebijakan yang memastikan bahwa pandemi ini akan berlalu, dan masyarakat mendapat jaminan pangan selama wabah ini berlangsung.”

Bukan saatnya hukum menghukum

Hal yang tak kalah penting, apa yang diingatkan Susilo Bambang Yudhoyono tatkala menanggapi adanya ketegangan baru yang muncul antara pemerintah dan masyarakat. Bahwa, “negara atau pemerintah, akan mem-polisi-kan siapa pun yang menghina presiden dan pejabat pemerintah.” Menjadi luar biasa, kata SBY, “kalau hukum menghukum ini sungguh terjadi ketika kita tengah menghadapi ancaman korona yang serius saat ini.”

Memang kini bukan saatnya hukum menghukum. Jauh lebih penting saat ini, bersama menghadapi virus Corona. Kalau toh nanti ada yang harus ‘dihukum’ atau dimintai pertanggungjawaban –terkait perilaku ekses, kelalaian yang mengakibatkan bencana dan sebagainya– itu memang suatu keharusan dalam konteks kelaziman kehidupan bernegara. Tetapi biarlah itu dilakukan setelah badai berlalu saja……. (media-karya.com) #mediakaryaanalisa

2 thoughts on “Kisah Presiden Joko Widodo di Medan Perang Corona”

Leave a Reply

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s