Tag: Sanento Juliman

Bayangan Iblis Dalam Dusta dan Kanibalisme Politik

PENULIS yang lahir dan mati di Florence Italia abad 19,  Carlo Lorenzini, melalui sebuah dongeng ‘menciptakan’ tokoh boneka kayu bernama Pinokio. Sang boneka, menurut dongeng itu, mendapat roh kehidupan berkat doa tukang kayu pembuatnya, Gepetto. Sepanjang hidupnya, pembuat mebel dan perabotan kayu lainnya ini mendambakan kehadiran seorang anak yang diharapkan bisa mencerahkan hidupnya yang sepi.

Pada awal kehidupannya, Pinokio menjadi seorang ‘anak’ yang agak nakal, suka bercanda dan bergurau dengan cara keterlaluan. Berbohong menjadi salah satu sifat buruknya yang utama. Tapi, tak sulit mengetahui kapan Pinokio melakukan kebohongan, karena setiap kali ia berbohong, hidungnya memanjang. Semakin banyak dusta terlontar dari mulutnya, semakin panjang hidungnya. Hanya dengan berbuat kebaikan, hidungnya bisa berangsur kembali memendek. Continue reading “Bayangan Iblis Dalam Dusta dan Kanibalisme Politik”

Dalam Bayangan Sang Pahlawan

Oleh Sanento Juliman*

PAHLAWAN adalah tokoh teatral. Untuk jadi pahlawan, seseorang harus memenuhi syarat-syarat seni teater. Ia mesti cukup agung, cukup dramatis, cukup fiktif, namun cukup meyakinkan. Tentu saja hanya orang mati dapat memenuhi syarat-syarat demikian, karena orang mati hidupnya telah selesai, ia telah menjadi masa silam. Dengan demikian dapat disimpulkan, disaring dan dibuat ikhtisarnya, bahkan dapat direvisi. Pahlawan adalah orang mati yang telah direvisi dan di-edit. Pahlawan kuno telah mengalami proses revisi dan editing yang sangat lama: Itu sebabnya menjadi sangat agung, dramatis, fiktif, namun mempesona.

KEPAHLAWANAN adalah konsep teatral. Menganjur-anjurkan, menghidup-hidupkan dan membesar-besarkan kepahlawanan di Indonesia, berarti harus menyiapkan Indonesia menjadi suatu teater. Kesukaan kita kepada pakaian-pakaian seragam, yaitu kepada kostum-kostum, membuktikan suasana teatral. Panji-panji, lambang-lambang dan lain-lain merupakan perlengkapan yang penting.

Upacara-upacara dan ikrar-ikrar, bagian penting dalam teater kita. Dalam upacara mesti menunjukkan sikap yang formal, atau dalam kamus estetika, sikap yang di-stilasi (di-stilir): Tiap orang mesti berakting penuh kesungguhan. Ini penting untuk menciptakan make believe. Teater adalah suatu make believe. Bahasa pun mesti di-stilasi –kita memerlukan gaya megah (grand style). Slogan-slogan memenuhi kebutuhan ini, sehingga perlu dibuat sebanyak-banyaknya, digunakan seluas-luasnya. Bahasa sehari-hari, gaya biasa, logika biasa, sungguh tidak teatral. Continue reading “Dalam Bayangan Sang Pahlawan”