Tag: Muso

Bendera Merah PKI di Indonesia (2)

MESKIPUN Soekarno menyebutkan Pemberontakan PKI Madiun, September 1948, sebagai pemberontakan komunis yang pertama, sebenarnya dengan Peristiwa Madiun kaum komunis telah dua kali melakukan pemberontakan. Pemberontakan yang pertama adalah pada tahun 1926-1927 –tatkala PKI baru berusia 6 menuju 7 tahun sejak didirikan 23 Mei 1920. Lalu nantinya menjadi tiga kali dengan Peristiwa 30 September 1965.

Pemberontakan itu untuk sebagian masih dikategorikan dalam konteks perlawanan terhadap kaum kolonial. Meski bagi sebagian kalangan perjuangan non komunis, pemberontakan komunis tahun 1926-1927 itu dianggap justru merugikan perlawanan terhadap kolonial secara keseluruhan. Suatu perlawanan seperti itu, dianggap belum waktunya dilakukan karena hanya akan mengundang penindasan yang lebih besar dari penguasa kolonial Belanda. Bahkan bagi beberapa kalangan PKI di Indonesia sendiri pemberontakan itu dikecam.

“Saatnya belum tiba,” kata Tan Malaka

Rencana dasar pemberontakan itu disusun oleh tiga orang tokoh PKI di Indonesia, yakni Sardjono, Soegono dan Boedi Soetjitro. Rancangan ini sesungguhnya tidak disepakati oleh banyak tokoh PKI lainnya, pun tak semua cabang partai menyetujuinya. Salah seorang tokoh terkemuka dari partai, Tan Malaka, amat meragukan keberhasilan suatu rencana pemberontakan seperti itu. “Saatnya belum tiba” ujar Tan Malaka, tak kurang kepada Alimin sendiri. Ia menganggap PKI di Indonesia tidak siap untuk satu rencana sebesar itu. Pengaruh PKI di tengah rakyat belum meresap secara mendalam. Menurut gambaran Tan Malaka, partai masih kecil dan ‘tak berkuku’. “Mana mungkin kita mampu menggerakkan massa rakyat secara besar-besaran”, demikian Tan Malaka mengingatkan rekan-rekannya di lapisan pimpinan partai. Continue reading “Bendera Merah PKI di Indonesia (2)”

Bendera Merah PKI di Indonesia (1)

SELAIN tentara –Angkatan Darat– ada sejumlah kekuatan politik lainnya menjadi penopang sebagai partner taktis Soekarno, terutama sejak diletakkannya titik dasar baru bagi kekuasaannya melalui Dekrit 5 Juli 1959. Setidaknya ada tiga kelompok kekuatan yang signifikan, yakni kelompok politik Islam yang terutama diwakili oleh Partai NU, kemudian PNI dan PKI, yang mewakili kelompok politik ideologi nasionalis (marhaenis) dan ideologi komunis. Ketiga-tiganya termasuk 4 besar Pemilihan Umum 1955 bersama Masjumi yang tersingkir setelah dinyatakan sebagai partai terlarang oleh Soekarno karena dianggap terlibat dan mendukung pemberontakan PRRI-Permesta –begitu pula nasib yang dialami PSI.

Diantara 4 kaki penopang kekuasaan Soekarno dalam penggalan masa itu, Tentara dan PKI di Indonesia bagaimana pun adalah yang paling fenomenal. Pusat kekuasaan yang sebenarnya pada masa 6 tahun itu ada di tangan Soekarno-Angkatan Darat-PKI. Realitas kekuasaan segitiga seperti ini yang ‘terikat’ dalam politik perimbangan yang dimainkan Soekarno, sekaligus menempatkan pula PKI dan Tentara ke dalam suatu persaingan kekuasaan yang berkepanjangan. Hingga sedemikian jauh, tidak terlalu sulit bagi Soekarno memegang kendali political game kala itu, karena terdapatnya sejumlah faktor historis dan kondisi objektif krusial yang mewarnai hubungan tentara dengan PKI di Indonesia. Continue reading “Bendera Merah PKI di Indonesia (1)”