Permainan Poker Menuju ‘Pemilihan Presiden 2019’

TIBA-TIBA peristiwa demokrasi Pemilihan Presiden Indonesia 2019, menjadi semacam permainan poker. Di situ, pertama-tama tentu ada adu poker face. Dan poker face itu adalah produk kemampuan bersandiwara yang masuk rumpun perilaku hipokrit. Dilengkapi adu siasat intip mengintip dan gertak mengertak satu sama lain. Adu tagar #JokowiDuaPeriode versus #2019GantiPresiden. Berakhir dengan gertakan siap berantem, kalau diganggu.

Sejauh ini hingga hari ketiga masa pendaftaran peserta Pemilihan Presiden 4-10 Agustus 2018 baru ada satu kepastian. Bahwa yang akan tampil menjadi calon presiden adalah dua orang, Ir Joko Widodo dan Jenderal Purnawirawan Prabowo Subianto. Itu pun sekedar berkategori kepastian dalam ketidakpastian, karena yang tersaji ke publik adalah masih berlangsungnya proses konsolidasi koalisi pendukung yang serba zig-zag.

Dengan situasi ketidakpastian seperti itu, bisa-bisa mendadak muncul tiga pasangan calon presiden-wakil presiden, yang sama mungkinnya dengan munculnya hanya satu pasangan calon. Dan siapa calon wakil presiden dari Jokowi maupun Prabowo masih belum dibuka ke publik, dan terkesankan –sepanjang apa yang diucapkan politisi dari dua kubu– baru akan didaftarkan pada hari terakhir batas masa pencalonan 10 Agustus 2018. Jangan-jangan betul-betul di menit akhir.

POLITIK GERTAK DAN KECAP MASA LAMPAU DALAM KARIKATUR 67 T. SUTANTO. Resultante dari semua poker game inilah yang akan menghasilkan apakah ada calon tunggal Pilpres, atau dua calon, atau malah tiga calon. Jadi, untuk sementara kesabaran publik diuji oleh semua politik-politikan ini. Seolah-olah sebenarnya memang beginilah yang disebut politik. Semua masih bermain di belakang layar yang tak terlihat karena tertutupi bagi publik. (Foto Head, Trio Prabowo-SBY-Jokowi, download merdeka.com)

Pilpres 2019, siapa yang betul-betul siap?

Di atas kertas, kubu Joko Widodo terkesan lebih siap. Khususnya, setelah pertemuan 6 pimpinan partai pengusung serta 3 partai pendukung non kontribusi dalam akumulasi presidential threshod. Kemudian disusul pertemuan para Sekjen yang melakukan pengaturan teknis koalisi secara lebih detail. Namun pada waktu yang sama, tetap saja ada suara dari kalangan akar rumput partai anggota koalisi yang di sana-sini mengandung syarat tertentu. Ini mengisyaratkan masih adanya perbedaan pendapat dan keinginan.

Meski agak sayup, di Partai Golkar tetap ada suara dari bawah, jika Airlangga Hartanto tidak menjadi calon wakil presiden bagi Jokowi, kenapa tidak memikirkan alternatif koalisi dengan Partai Demokrat dan atau PAN misalnya. Suara serupa dilontarkan beberapa tokoh PKB dan NU, bila Muhaimin Iskandar tak terpilih jadi calon wakil presiden Jokowi, kenapa tidak merobah arah koalisi. Walau dikatakan koalisi pendukung Jokowi sudah solid satu tekad, bagaimana pun di kubu ini masih terbaca indikasi ketidaksatuan sepenuhnya. Pada sisi lain, juga masih beredar begitu banyak nama calon pendamping Joko Widodo. Mulai dari yang telah gencar terekspose seperti Mahfud MD, Ma’ruf Amin, Tuan Guru Bajang sampai dengan yang tak cukup terekspose seperti Nazaruddin Umar dan Puan Maharani, bahkan Moeldoko.

Sementara itu terkait Prabowo Subianto, terkesan bahwa konsolidasi koalisi belum tuntas. Kehadiran Partai Demokrat melalui lobi-lobi Susilo Bambang Yudhoyono pada mulanya seakan menciptakan tambahan kekuatan baru sebagai kuartet non Jokowi. Terdiri dari Partai Gerindra, PKS, PAN dan Partai Demokrat. Namun tak lama sesudahnya terkesan pula adanya perasaan tak nyaman di kalangan PKS maupun PAN.

PKS masih menanti kepastian dari Prabowo Subianto, apakah akan berterima terhadap nama-nama yang diajukan PKS sebagai kandidat calon wakil presiden. Atau, menerima rekomendasi nama dua calon hasil ijtima ulama yang diajukan alumni 212, Salim Segaf Aljufri dan Ustadz Abdul Somad. Dalam pada itu, Sekjen PAN Eddi Soeparno menyebutkan belum tuntasnya pleno PAN di tingkat provinsi sehingga pelaksanaan Rakernas masih tertunda. Melalui Rakernas akan ditetapkan sikap final PAN. Apakah PAN mendukung Jokowi atau Prabowo atau menyerahkan mandat kepada Ketua Umum PAN Zulkifli Hasan untuk menentukan arah koalisi.

Situasi politik menjemukan menuju Pilpres 2019

Resultante dari semua poker game inilah yang akan menghasilkan apakah ada calon tunggal Pilpres, atau dua calon, atau malah tiga calon. Jadi, untuk sementara kesabaran publik diuji oleh semua politik-politikan ini. Seolah-olah sebenarnya memang beginilah yang disebut politik. Penuh permainan yang agak genit. Tak perlu ada kepastian sikap dan program yang harus disajikan kepada publik. Semua masih bermain di belakang layar yang tak terlihat karena tertutupi bagi publik. Suatu keadaan yang selain tidak terasa nyaman juga menjemukan sebenarnya, khususnya bila mengharapkan suatu proses demokrasi yang berjalan normal dan elegan. Mereka berpolitik untuk kekuasaan semata atau untuk rakyat?

Pertanyaannya, bagaimana kalau mereka berkuasa atau kembali berkuasa nanti? Apakah berahasia terus terhadap rakyatanya? Dan apakah adu taktik dan akal-akalan ala permainan poker akan menjadi laten berlangsung seterusnya, saat mereka harus menentukan nasib bangsa dan negara? Suatu keadaan permainan politik yang harus kita telan saja selama kurang lebih 4 tahun terakhir ini… (media-karya.com)

Leave a Reply

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Twitter picture

You are commenting using your Twitter account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s