Tag: Presiden Soeharto

One Moment in Time dalam Politik Indonesia: Habib Rizieq dan FPI (1)

SEMPAT bersikap seakan meremehkan kepulangan Habib Rizieq Shihab ke tanah air, para petinggi rezim berkuasa saat ini terkesan bagai tersengat kejutan keluarbiasaan sambutan massa yang terjadi. Tiba di Jakarta bertepatan dengan Hari Pahlawan 10 November 2020, Habib Rizieq disambut dan dielu-elukan ratusan ribu massa –ada yang mengecilkan dengan skala ribuan saja, ada yang menyebut skala jutaan– sejak dari Bandara Soekarno-Hatta hingga Petamburan Jakarta Pusat.

          Lalu, tiba-tiba saja pemimpin Front Pembela Islam ini, Habib Rizieq Shihab, menjadi satu faktor penting dalam kancah sosial politik. Penting sebagai teman bersinergi dalam pergerakan kritis maupun gerakan oposisi terhadap rezim kekuasaan. Atau, sebaliknya menjadi momen untuk menunjukkan jasa kepada rezim, tampil dengan gagah berani ke “garis depan” menghadapi Habib Rizieq dan barisan FPI-nya. Entah dengan kata-kata keras yang terkesan mengancam, operasi penurunan baliho Imam Besar FPI itu, sampai kepada show of force iring-iringan pasukan operasi khusus TNI di Petamburan.

Pada sisi anti klimaks, dua Kapolda dan dua Kapolres dilepas dari posisinya karena dianggap tak mampu mencegah terjadinya kerumunan massa berskala besar –yang dianggap pelanggaran protokol Covid-19 dalam kaitan pembatasan sosial berskala besar. Tak ketinggalan penindakan dan penahanan pradjurit dan bintara TNI yang ikut mengelu-elukan kedatangan Habib Rizieq. Sayangnya, mungkin berbeda dengan yang diharapkan, tindakan-tindakan pro-aktif kontra itu untuk sebagian besar justru lebih banyak memberi efek bumerang, meningkatkan “rating” Habib Rizieq dan FPI sebagai faktor. Continue reading “One Moment in Time dalam Politik Indonesia: Habib Rizieq dan FPI (1)”

22 Tahun Dalam Tabir Asap Kerusuhan Mei 1998

DUAPULUH DUA tahun lalu, 21 Mei 1998 Presiden Soeharto mengundurkan diri. Sepekan mendahului momen itu terjadi kerusuhan 13-15 Mei 1998 yang berimpit dengan peristiwa penembakan mahasiswa Universitas Trisakti di Grogol Jakarta 12 Mei. Namun, tabir asap yang menyelimuti kedua peristiwa, hingga kini tetap belum terkuak. Ada berbagai versi mengenai dua peristiwa ini, tetapi tak satu pun yang bisa ditentukan sebagai kebenaran, tak lain karena ada situasi tarik menarik di antara pihak yang sebenarnya diduga terlibat. Dengan demikian, karena kebenaran dalam peristiwa itu belum berhasil dibuat ‘terang benderang’ dengan sendirinya tak pernah ada pihak yang bisa dimintai pertanggunganjawab. Khususnya, dari kalangan jenderal para pengendali keamanan yang ada di latar depan kala itu. Apalagi para pemain belakang layarnya.

Kesimpulan terpenting dari Team Gabungan Pencari Fakta (TGPF) yang diketuai Marzuki Darusman SH mengenai kerusuhan 13-15 Mei 1998 adalah bahwa kerusuhan terjadi karena disengaja. Kerusuhan diciptakan sebagai bagian dari pertarungan politik di tingkat elite. Sementara itu kelompok-kelompok mahasiswa ditempatkan di depan sebagai tameng depan gerakan menjatuhkan Soeharto. Menurut TGPF, terdapat sejumlah “mata rantai yang hilang” (missing link), yaitu hilang atau sukarnya diperoleh bukti-bukti atau informasi yang merujuk pada hubungan secara jelas antara pertarungan antar elite dengan arus massa. Namun, terdapat indikasi yang kuat adanya hubungan semacam itu, terutama di Solo dan sebagian wilayah Jakarta. Continue reading “22 Tahun Dalam Tabir Asap Kerusuhan Mei 1998”

Pelemahan, Selangkah Lagi ‘Pembunuhan’ KPK?

GERAKAN pelemahan KPK bukan soal baru. Itu sudah menjadi hasrat para oligarch sejumlah partai politik tak terlalu lama setelah lembaga pemberantasan korupsi itu dibentuk berdasarkan UU KPK. Undang-undang itu disahkan DPR di bulan puasa tahun 2002, pada masa kepresidenan Megawati Soekarnoputeri. Kini, di masa kepresidenan Joko Widodo, akhirnya terjadi revisi UU KPK yang dalam opini kuat di tengah publik dianggap sebagai pelemahan KPK. Partai-partai yang tergabung dalam koalisi pendukung pemerintah, yang merasa sudah lebih kokoh dan unggul pasca Pemilihan Umum Legislatif dan Pemilihan Presiden 2019, tak menunggu lama-lama secara kilat mendorong pengesahan revisi itu di DPR 17 September kemarin. Proses revisi yang merangkak tak kurang dari 15 tahun itu, mendadak tiba pada titik didihnya sebagai air panas yang menyengat para pegiat anti korupsi.

KPK itu sendiri terbentuk masih dalam ‘sisa’ masa euphoria reformasi yang membutuhkan didengung-dengungkannya retorika pemberantasan korupsi. Tapi perlu dicatat bahwa sebelum KPK dirancang dan kemudian diwujudkan pembentukannya, terjadi suasana gerah yang diakibatkan sepak terjang sebuah lembaga bernama KPKPN (Komisi Pemeriksa Kekayaan Penyelenggara Negara). Lembaga ini gencar meneliti dan mengumumkan kekayaan pejabat negara maupun anggota-anggota DPR-RI. Banyak pejabat yang kewalahan dengan pengungkapan harta kekayaannya, menginginkan KPKPN dieliminasi. Momentum pembentukan KPK menjadi ‘jalan keluar’ yang tepat dan ‘kebetulan’ bagi mereka yang tidak senang kepada KPKN. Akhirnya, KPKPN dilebur ke dalam KPK 29 Juni 2004. Continue reading “Pelemahan, Selangkah Lagi ‘Pembunuhan’ KPK?”

Luka Lama Tentang Jenderal Prabowo dan Para Jenderal ‘Politics in Uniform’

TAK lebih dari 40 hari menjelang Pemilihan Presiden 17 April 2019, medan politik Indonesia diramaikan beredarnya semacam video ‘testimoni’ Jenderal (Purn) Agum Gumelar tentang ‘jejak berdarah’ pelanggaran HAM oleh Letnan Jenderal (Purn) Prabowo Subianto. Dengan segera manuver Agum Gumelar –yang menjadi anggota Dewan Pertimbangan Presiden Joko Widodo sejak 18 Januari 2018 ini– tidak bisa tidak, langsung dianggap sebagai bagian dari pertarungan dalam rangka Pemilihan Presiden. Bahkan secara khusus oleh beberapa pihak dianalisis sekaligus sebagai kelanjutan ketidaksenangan pribadi Agum terhadap Prabowo sejak masa kekuasaan Soeharto, karena merasa Prabowo telah mengganjal karir pribadinya. Ganjalan perasaan yang sama dimiliki sejumlah jenderal lainnya terhadap Prabowo Subianto sang menantu Presiden Soeharto.

Salah seorang Komisioner Komnas HAM, Beka Ulung Hapsara, mengingatkan agar Agum tak menjadikan kasus penghilangan aktivis 1998 semata untuk kepentingan Pilpres 2019. Tetapi, Agum hendaknya memberi keterangan kepada Kejaksaan Agung yang sejak lama sudah menerima berkas penyelidikan pelanggaran HAM berat 1998 dari Komnas HAM.

Di mana kuburan para aktivis hilang itu?

Dalam video testimoni –yang diakui Agum direkam dari suatu pertemuan di Bandung– sang Jenderal mengatakan dirinya mengetahui nasib para aktivis 1998 yang menurutnya dihilangkan secara paksa oleh Tim Mawar Kopassus di bawah komando Mayor Jenderal Prabowo Subianto. Agum Gumelar mengungkapkan pernah bertemu dengan anggota Tim Mawar pelaku penculikan dan penghilangan paksa para aktivis. Dalam pertemuan “dari hati ke hati” dengan mereka, “di sinilah saya tahu bagaimana matinya orang-orang itu, di mana dibuangnya,” demikian CNN Indonesia mengutip Agum. “Saya tahu.” Continue reading “Luka Lama Tentang Jenderal Prabowo dan Para Jenderal ‘Politics in Uniform’”

Jenderal Wiranto Tahun 1998

SEBELUM Presiden Soeharto mengundurkan diri 21 Mei 1998, terlebih dahulu Jakarta diguncang Tragedi Trisakti dan rangkaian kerusuhan 13-15 Mei. Tim Gabungan Pencari Fakta (TGPF) yang dibentuk Komnas HAM untuk Peristiwa Mei 1998, menyimpulkan sebab pokok peristiwa kerusuhan selama 3 hari itu adalah terjadinya persilangan ganda antara dua proses pokok. Pertama, proses pergumulan elite politik yang bertalian dengan masalah kelangsungan kekuasaan kepemimpinan nasional. Dan kedua, proses pemburukan ekonomi moneter yang cepat.

Dalam proses pergumulan elite politik itu, ada pemeran-pemeran kunci di lapangan pada waktu kerusuhan. Peristiwa kerusuhan itu adalah puncak dari rentetan kekerasan yang terjadi dalam berbagai peristiwa sebelumnya, seperti penculikan yang sesungguhnya sudah berlangsung lama dalam wujud kegiatan intelijen yang tak dapat diawasi secara efektif. Disusul kekerasan terhadap mahasiswa Trisakti. Penembakan mahasiswa di Trisakti, dianggap TGPF yang diketuai Marzuki Darusman SH, sebagai penciptaan faktor martir untuk menjadi triggering factor. Continue reading “Jenderal Wiranto Tahun 1998”