Tag: Honoré de Balzac

74 Tahun Tertawa dan Menangis Bersama 7 Presiden (3)

Peralihan Dengan Benturan

Merupakan fenomena menarik, peralihan kekuasaan antar presiden di Indonesia selalu bermasalah, tak pernah berlangsung dengan betul-betul mulus. Tiga proses peralihan bahkan melalui konflik berkadar tinggi, yakni antara Soekarno-Soeharto, Soeharto-BJ Habibie dan Abdurrahman Wahid-Megawati Soekarnoputeri. Sedang dua lainnya, yaitu antara BJ Habibie-Abdurrahman Wahid dan Megawati Soekarnoputeri-Susilo Bambang Yudhoyono, juga bukannya tanpa masalah. Peralihan antara Susilo Bambang Yudhoyono dengan Joko Widodo, sempat diwarnai kecurigaan tentang adanya manipulasi keunggulan angka perolehan suara pasangan Jokowi-Jusuf Kalla atas pasangan Prabowo-Hatta Rajasa.

Peralihan kekuasaan dari Soekarno ke Soeharto, terjadi dalam satu kejadian sejarah yang luar biasa. Didahului Peristiwa 30 September 1965. Suatu benturan akhir bersegi banyak yang bersumber dari suatu konflik yang laten berkepanjangan terutama antara tahun 1959 hingga 1965. Menurut buku Titik Silang Jalan Kekuasaan Tahun 1966 (Rum Aly, Kata Hasta Pustaka), pada hakekatnya apa yang terjadi pada penggalan masa itu tak lain adalah pertarungan politik dan kekuasaan berjangka panjang, yang terkristalisasi di antara tiga unsur utama segitiga kekuasaan negara: Soekarno-PKI-Angkatan Darat. Semua unsur membawa prasangka yang berasal dari masa sebelumnya. Dan ini merupakan suatu kemalangan tersendiri. Semua itu menjadi lebih rumit karena friksi pun terjadi di antara kelompok-kelompok di luar segitiga kekuasaan, yang juga tak terlepas dari hasrat kekuasaan. Continue reading “74 Tahun Tertawa dan Menangis Bersama 7 Presiden (3)”

Dilema Kompetisi Demokrasi Indonesia: Politik Uang

DALAM gelanggang rumor, tergambarkan betapa politik uang menguasai kehidupan bernegara di Indonesia, dari dulu hingga kini. Semua tokoh politik dan kekuasaan mempunyai rumornya masing-masing dalam kaitan politik uang, baik sebagai pelaku aktif maupun sebagai pelaku pasif. Meminjam sebuah judul buku tentang sebuah skandal keuangan (dan politik) di Amerika Serikat, All The Devils Are Here (Bethany McLean & Joe Nocera, 2011), dalam konteks Indonesia semua setan ada di sini. Semua terlibat dalam peran bagaikan devil itu. Tetapi rumor adalah rumor, bisa terbukti benar pada waktunya, bisa juga tetap sebagai rumor yang mungkin tetap teringat tetapi mungkin juga terlupakan. Karena, jangankan rumor, suatu kebenaran berdasar fakta pun bisa terlupakan, saat tak ada penelusuran.

Di tengah arus pencitraan kuat para pendukung pemerintah bahwa kini Indonesia serba lebih bersih, cukup menyentak juga ketika Dr Said Didu Selasa (17/7) lalu dalam talkshow di sebuah TV memunculkan adanya benalu dalam kasus Freeport. Mantan Sesmen BUMN dan Staf Khusus Menteri ESDM ini, mengungkapkan negosiasi dalam kasus Freeport selalu terhambat karena selalu adanya benalu-benalu. Para benalu itu, bukan tokoh-tokoh dari luar, tetapi adalah tokoh-tokoh yang ada di Jakarta. Said Didu adalah salah seorang perunding awal dengan Freeport di tahun 2015, di masa Jokowi. Menurutnya, adalah mengagetkan ketika pihak Freeport bersedia memenuhi permintaan target pendapatan Indonesia paling tidak 60 persen dari revenue tambang, asal dibantu menghilangkan benalu-benalu itu. Akan tetapi perundingan 2015 itu tak dilanjutkan karena teguran Kepala Staf Kepresidenan (KSP) Luhut Binsar Pandjaitan bahwa perundingan tak boleh dilakukan sebelum 2019. Tercatat bahwa setelah itu, muncul isu papa minta saham yang mengait-ngaitkan nama Presiden. Sayangnya, penyelidikan lanjut oleh Kejaksaan Agung tentang kasus itu tak terdengar lagi saat ini, sehingga publik pun tak bisa mengetahui duduk soal sesungguhnya. Terperiksa utama kala itu, Setya Novanto, belakangan malah terseret kasus lain, suap E-KTP, dan kini mendekam di LP Sukamiskin Bandung. Continue reading “Dilema Kompetisi Demokrasi Indonesia: Politik Uang”