Tag: Sandiaga Uno

Deja Vu, Kecurangan Virus Laten Dalam Demokrasi Indonesia (1)

DALAM hari-hari penantian keputusan Mahkamah Konstitusi di pertengahan Agustus 2014, tentang sengketa hasil Pilpres kala itu, socio-politica.com menurunkan ulasan Kecurangan, Virus Laten Dalam Demokrasi Indonesia. Dalam alinea penutup bagian kedua, dituliskan bahwa bagaimana pun bagi Mahkamah Konstitusi semestinta hanya berlaku satu hal, andaikan pun langit politik harus runtuh, atau apa pun yang terjadi, kebenaran lah yang harus dipilih sebagai dasar dari keputusan yang diambil. “Bila tidak, virus laten kecurangan dalam demokrasi Indonesia, terutama dalam pemilihan umum legislatif maupun pemilihan umum presiden, tetap bersemayam di tubuh kehidupan politik Indonesia. Dalam keadaan demikian, hanya satu hal yang bisa diucapkan: Sampai bertemu dalam pemilihan umum legislatif dan pemilihan presiden 2019 dalam peristiwa dan kecurangan yang sama untuk kesekian kalinya.”

Bagaikan deja vu ternyata Pemilihan Presiden 2019 harus berakhir lagi di persidangan Mahkamah Konstitusi di antara dua tokoh seteru yang sama, Joko Widodo dan Prabowo Subianto –dengan pasangan berbeda dan nomor urut berbalikan. Pasangan nomor urut 2 Prabowo Subianto-Sandiaga Uno kembali maju ke Mahkamah Konstitusi dengan pokok ‘gugatan’ kecurangan terstruktur, sistematis dan massive (TSM) yang dilakukan pasangan 01 Joko Widodo-Ma’ruf Amin. Kali ini Joko Widodo adalah petahana, yang di atas kertas memang lebih logis bila dituduh berpeluang melakukan kecurangan TSM dibanding 5 tahun silam. Continue reading “Deja Vu, Kecurangan Virus Laten Dalam Demokrasi Indonesia (1)”

Pemilihan Presiden 2019: Peluang Hilang Dukungan di ‘Menit’ Akhir

DAMPAK publikasi survei Harian Kompas 20-22 Maret ternyata menggelinding jauh dan jadi bahan diskursus tajam hingga kini. Seorang pembicara di forum ILC tvOne Selasa malam (26/3), sampai mengira-ngira bahwa pidato bernada marah Joko Widodo di Yogyakarta Sabtu 23 Maret, sedikit banyak terpicu publikasi survei Kompas –meski nama media nasional itu tak disebut di situ. “Empat setengah tahun saya difitnah-fitnah, saya diam. Dijelek-jelekin saya juga diam. Dihujat, dihujat-hujat, dihina-hina saya juga diam. Tetapi hari ini di Yogya, saya sampaikan saya akan lawan!” kata Joko Widodo dengan nada luar biasa tinggi di akhir.

Dua peneliti Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) seakan menyambung hasil survei Kompas tentang penurunan elektabilitas Calon Presiden petahana di bawah 50 persen, menyebutkan penurunan yang telah berlangsung selama 6 bulan itu disebabkan terjadinya migrasi pemilih. Menurut Kepala Pusat Penelitian LIPI Firman Noor, migrasi pemilih itu terjadi karena pendukung Jokowi yang mengubah dukungan mereka, dan pada saat yang sama para pemilih yang belum menentukan pilihan (undecided voters) dan swing voters telah memantapkan pilihan kepada pasangan Prabowo Subianto-Sandiaga Uno. Peneliti LIPI lainnya, Aisyah Putri Budiatri (26/3) juga mengingatkan adanya potensi migrasi suara menjelang Pemilihan Presiden 17 April 2019. Continue reading “Pemilihan Presiden 2019: Peluang Hilang Dukungan di ‘Menit’ Akhir”

Joko Widodo Dalam Tanda Tanya: Menang atau Kalah 17 April 2019?

HEADLINE Harian Kompas selama tiga hari berturut-turut –Rabu 20 Maret hingga Jumat 22 Maret 2019– telah memberikan hentakan di kancah politik praktis, kurang dari sebulan menuju 17 April 2019. Secara khusus, headline tentang survei elektabilitas para kontestan Pilpres 2019 itu seakan menimbulkan ‘topan dalam gelas’ di kubu pendukung pasangan 01 Joko Widodo-Ma’ruf Amin. Terkesan terjadi semacam kepanikan. Pada sisi lain, survei Kompas itu sangat mengangkat optimisme kubu 02 Prabowo Subianto-Sandiaga Uno menghadapi Pemilihan Presiden  yang berlangsung tak sampai sebulan lagi.

Harian Kompas (20/3) melaporkan hasil surveinya yang menampilkan angka minor pertama –yang dipercaya publik– tentang elektabilitas petahana Joko Widodo dalam trend penurunan. Sudah berada di bawah angka 50 persen, tepatnya 49,2 persen. Dan pada waktu yang sama elektabilitas Prabowo Subianto dalam trend menaik, sehingga selisih angka elektabilitas keduanya menyempit menjadi 11,8 persen saja. Lalu pada hari Jumat (22/3) Kompas menunjukkan pula bahwa pada survei tersebut, Cawapres 02 Sandiaga Uno lebih mampu mengkontribusi elektabilitas daripada Cawapres 02 Ma’ruf Amin. Menurut survei itu, kepartaian juga bisa menjadi lebih sederhana melalui Pemilu Legsilatif 17 April (Kamis 21/3). Continue reading “Joko Widodo Dalam Tanda Tanya: Menang atau Kalah 17 April 2019?”

Joko Widodo dan Faktor Islam di Kancah Politik 2019

SEBELUM terjadi aksi massa Islam massive 411 dan 212 di bagian akhir 2016, tak terbayangkan bahwa Joko Widodo akan tiba-tiba tampil dengan manuver politik yang sarat retorika ke-Islam-an. Soalnya, sebelum itu beberapa tokoh partai pendukung utamanya, PDI-P, kerap melontarkan narasi-narasi yang dimaknai sebagai anti Islam.

Secara historis, mengacu kepada pembagian masyarakat (Jawa) menurut Clifford Geerzt, cikal bakal utama PDI-P yakni PNI pada hakekatnya memang berakar pada kaum abangan selain kaum priyayi. Di seberangnya, adalah kaum santri. Secara historis pula, PNI sebagai unsur Nas pada masa Nasakom Soekarno tercatat memiliki kedekatan yang kental dengan unsur Kom. Banyak berkonfrontasi mendampingi unsur Kom terhadap unsur A yang terjepit di tengah.

Namun, dalam realita saat ini, bandul politik Joko Widodo yang tampil memperjuangkan masa kepresidenan kedua, telah mengayun keras dari kiri hingga jauh ke kanan. Dari citra anti Islam ke citra mitra. Puncaknya, menempatkan tokoh ulama Kyai Ma’ruf Amin sebagai pasangan dalam Pemilihan Presiden 17 April 2019. Meski, secara tragis harus ‘mencampakkan’ tokoh berintegritas, Mahfud MD. Continue reading “Joko Widodo dan Faktor Islam di Kancah Politik 2019”

Faktor X dalam Pemilihan Presiden 2019

EMPAT puluh delapan hari sebelum debat pertama Calon Presiden dan Wakil Presiden Indonesia 17 Januari 2019, Ed Ratcliffe menulis dalam The Diplomat (1/12/2018) bahwa garis pertempuran telah direntang. Dan ia menyebutkan adanya sejumlah Faktor X dalam pertarungan tersebut. Dua faktor teratas adalah masalah ekonomi dan agama. Berikut ini, beberapa bagian tulisan Kepala Riset dan Penasihat di Asia House itu yang cukup objektif.

Dalam beberapa jajak pendapat terbaru, Jokowi dianggap tetap unggul dan masih mempertahankan citranya sebagai tokoh bersahaja. Namun, meskipun ada beberapa keberhasilan dicapainya, ia belum menunaikan semua janjinya pada kampanye 2014. Dalam upaya meningkatkan kepercayaan kelompok Islam dan meraih unsur-unsur yang lebih konservatif, Jokowi telah memilih Ma’ruf Amin –Ketua Majelis Ulama Indonesia dan ‘pemimpin tertinggi’ Nahdlatul Ulama– sebagai mitra dalam pertarungan di 2019 ini. Continue reading “Faktor X dalam Pemilihan Presiden 2019”

Saat Hoax Menjadi ‘Kebenaran’ dan Kebenaran Menjadi ‘Hoax’

PERBUATAN dusta atau bohong, adalah sebuah perilaku khas yang telah mengiringi manusia menempuh peradaban dalam berbagai episode sejarah. Kitab suci beberapa agama besar, menuturkan adanya perilaku bohong dan agama pun melarang kebohongan. Sementara itu dalam berbagai tingkat sejarah evolusi manusia, perbuatan menyangkal menjadi salah satu bagian penting dari mekanisme defensif seseorang saat menjadi tertuduh oleh manusia lainnya. Mekanisme defensif itu sendiri kemudian telah berkembang menjadi tak sekedar menyangkal, namun menuduh balik sang ‘seteru’ sebagai pembohong dan telah melakukan fitnah.

Selama 350 tahun bangsa ini dibohongi kaum kolonial dan penguasa feodal, sehingga terpuruk seraya dibiarkan bodoh tak terorganisir agar mudah dikuasai. Dan selama 7 dekade lebih Indonesia merdeka, kalangan akar rumput jatuh bangun sebagai korban dari satu kebohongan ke kebohongan lain oleh berbagai partai politik dan kalangan kekuasaan bangsa sendiri.

Senjata kebohongan dalam suasana pembelahan

Dan, sungguh luar biasa, 4 atau 5 tahun terakhir ini kehidupan politik Indonesia seakan tiba di suatu titik nadir dalam iklim pembelahan masyarakat yang berkepanjangan. Bermula dari peseteruan dalam Pemilihan Presiden 2014 yang siap berlanjut menuju Pemilihan Presiden 2019. Secara terbuka dan kasat mata berlangsung persaingan perebutan hegemoni negara yang bergelimang penggunaan senjata kebohongan berkadar tinggi. Continue reading “Saat Hoax Menjadi ‘Kebenaran’ dan Kebenaran Menjadi ‘Hoax’”

Seberapa Penting Seorang Wakil Presiden?

TAK pernah sebelumnya, figur dan posisi Wakil Presiden Republik Indonesia seakan-akan sepenting sekarang ini. Saat figur dan posisi calon Presiden sudah lebih jelas –meski masih dibayangi serba kemungkinan– yaitu Joko Widodo dan Prabowo Subianto, justru siapa figur calon Wakil Presiden belum menentu. Padahal, batas waktu 10 Agustus pendaftaran tinggal 1 hari lagi.

Tak diketahui persis apa sebabnya. Entah karena kubu-kubu politik yang ada masih saling mengintip, entah karena konsolidasi politik belum rampung. Dan entah, siapa tahu, masih ada urusan deal dan ‘konsolidasi’ dana yang belum terpecahkan –suatu soal cenderung dibicarakan di belakang layar saja. Lalu dalam kaitan ini, Kamis 9 Agustus hari ini muncul berita sayup-sayup yang masih harus ditunggu kebenarannya, rumor atau bukan, tentang kemunculan nama konglomerat muda Sandiaga Uno sebagai calon Wakil Presiden bagi Prabowo Subianto. Sementara Sekjen Gerindra juga menyebut nama Agus Harimurti Yudhoyono. Tapi terlepas dari itu, kata orang, bila konsolidasi-konsolidasi ini, terutama konsolidasi dana, belum terselesaikan, opsi perpanjangan waktu pendaftaran 2 kali 7 hari terpaksa digunakan.

Di masa lampau di Amerika Serikat –yang agaknya masih berlaku– posisi Wakil Presiden ibarat ban serep. Tapi bila tiba saatnya Presiden berhalangan tetap –seperti pernah dialami John Fitzgerald Kennedy– mendadak sang Wakil Presiden menjadi tokoh nomor satu. Tewasnya Presiden Kennedy 22 November 1963 membawa Wakil Presiden Lyndon B. Johnson menjadi Presiden Amerika Serikat. Continue reading “Seberapa Penting Seorang Wakil Presiden?”